Figur Kepemimpinan yang pengecut
Bangsa yang besar dan beradab adalah bangsa yang mencintai
budayanya sendiri, bercita-cita untuk menjadi masyarakat yang madani semestinya
menjadi focus perhatian bersama atas ketidak jelasan bentuk atau karekter kita
sebagai NKRI yang berlandaskan pancasila dan UUD 45 ini. Tentunya wajib kita menghargai
karya konsep para pendahulu bangsa Indonesia yang menjadikan ungkapan atau
selogan Bhenika Tunggal Ika menjadi sepirit kebersamaan dan kerukunan. Politik dalam
dan luar negeri pemerinta yang kita harapkan mampu bergerak untuk
mensejahterakan kemashalatan hajat hidup orang banyak hari ini masih begitu
datar dan terkesan jalan ditempat, meski era baru ini lahir dari reformasi yang
tak mempunyai visi kongkrit atas segala pemerataan disegala bidangnya namun
reformasi telah menjadi mimpi bersama untuk segala perubahan yang berarti
ditanah air ini, tokoh-tokoh dikancah politik para negarawan yang diharapkan
menjadi figur pembaharu dalam kontek zaman era revolusi komunikasi ini belum
terlihat sebagai matahari muda yang cerdas memberikan solusi yang sesuai dengan
zamanya. Program apa yang telah pemerintah siapkan untuk kesejahteraan dan mebekali
warga negaranya untuk sekian puluh tahun yang akan datang, hampir tidak ada
rencana-rencana yang benar-benaar mendasar sehingga kelak dalam kerja-kerja itu
rakyat telah dihantarkan untuk menghadapi era-era dimana mereka mampu hidup
dengan kondisi kepentingan global yang menjadi masal dan trand dalam
mendapatkan buah kesejahteraan yang merata.
Moral dan akhlak nurani adalah dasar karakter yang mungkin akan
menjadi insfirasi dalam menjalankan pemerintahan, ruh dan jiwa perjuangan untuk
meng-Indonesia-kan masyarakat atas nasionalisme
yang mulai terlihat lapuk dan berwarna abu-abu. Semangat atau selogan yang meneriakkan kebersamaan hampir-hampir
digerus oleh kapitalisme yang bermuka dua. Bargain-bargain pemerintah untuk
membela dan menghantarkan kesejahteraan rakyat menjadi tumpul dan terkesan
basa-basi karena gado-gado kepentingan golongan dan pribadi yang bernafsu untuk mengusai dan
memperturutkan seujung kuku rasa prakmatisme, lagi-lagi masyarakat menjadi objek
dan korban kisruhnya atas tindakan barbarianisme politik yang kerap selingkuh
dengan kaum modal menor yang menggoda birahi independensi kedaulatan NKRI.
Disadari atau tidak mental pengecut sebagai negara telah sampai
pada lulut yang menyentuh tanah memohon kepada negara-negara yang dianggap dewa
yang menguasai setiap jiwa. Oleh sebab
itu maka keberanian menjadi negara yang benar-benar berdaulat bediri diatas
kaki sendiri, membangun dan mempersiapkan generasi berikutnya untuk lebih
berani adalah sebuah kewajiban mulia sehingga kelak kita mampu berlari membawa negara Indonesia ini
kepada kejayaan dunia.
Indonesia adalah x tanah jajahan fisik dan mental untuk itu maka
marilah kita benahi jiwanya dari sebentuk kesdaran yang illahiah. Jangan hanya
diam dan menikmati denyut dinamika kondisi hari ini masih menjadi aib yang
diabaikan dalam pemberitaan-pemberitaan media masa dan elektronik atas ketidak
mampuan pemimpin yang bermental kuli dinegerinya sendiri, atas segala doa dan
harap semoga kita tidak akan lama lagi terjaga dan sadar, bahwa rakyat kita
adalah manusia yang telah lama menantikan hujan kesejahteraan dan kedamaian
atas kemarau realita hari ini.
Tak perlu penulis mengungkapkan apa-apa yang menjadi PR penyelengara
pemerintahan hari ini, yang pasti mari kita aktualisasikan kembali nilai-nilai
dasar keindonesian yang dulu dilatarbelakangi oleh tumpah darah sejarah
perjuangan para pahlawan Indonesia.
Erwinsyah 10/03/2012 dini hari pukul 03:00
Category:
0 komentar