Kearifan Budaya Lokal Menghadapi Tantangan Global

Unknown | 23.52 | 0 komentar




Tak bisa diingkari bahwa salah satu dampak negatif dari gelombang besar Globalisasi adalah homogenisasi budaya (cultural homogenization). Muncul dan merebaknya gejala ‘Mc Donaldization’ atau ‘Manhattanization’ sangat jelas kelihatan, terutama dikota-kota besar dan metropolitan.  
Memang sudah banyak yang mengumandangkan pentingnya menumbuh-suburkan kembali kearifan budaya lokal. Misalnya tentang Kawruh-Kalang dan Petungan Jawa, Hasta-Kosala-Kosali  dan Tri Hita Karana Bali, Pela Gandong Ambon, dan lain-lain. Namun kenyataannya kearifan budaya lokal yang sangat kaya dan beragam di tanah air kita cenderung mandek, stagnan, karena kurang greget untuk mentransformasikannya sesuai dengan tuntutan perkembangan jaman. Kebanyakan lantas berhenti sekadar sebagai regressive identity dan tidak berkembang menjadi progressive identity.
Pelestarian bangunan kuno bersejarah pun lebih diartikan sebagai pengawetan (preservasi), tanpa diikuti dengan upaya pemanfaatannya dengan memberi fungsi baru yang tanggap terhadap dinamika perubahan (konservasi). Kurang gairah untuk menciptakan karya baru yang menjadi tengeran semangat jaman, spirit of the Age atau zeitgeist. Obsesi terhadap teknologi kian menguat, sedangkan upaya pencarian makna budaya kian meluntur. Meminjam kata-kata John Naisbitt et al, dalam bukunya “High Tech, High Touch: Technology and Our Search for Meaning.” (1999) : “The Band-Aid culture of the quick fix is ultimately an empty one.” Budaya potong kompas, siap saji, serba instan, mental menerabas (Kuntjaraningrat) berpotensi kian melunturkan jatidiri. Upaya mentransformasi kearifan budaya lokal untuk menghadapi tantangan global menjadi conditio sine qua non agar kita tidak kehilangan jati diri sebagai bangsa multikultur yang beradab.
Diskusi Panel sebagai rangkaian kegiatan Dies Natalis Universitas Diponegoro ke 55. yang mengangkat tema “Transformasi Kearifan Budaya Lokal Menghadapi Tantangan Global”,  diprakarsai Komisi Kebudayaan Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (KK-AIPI) bekerjasama dengan Forum Rektor Indonesia (FRI) dan Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang ini akan dilaksanakan di : Pada hari  Sabtu, 13 Oktober 2012, di Ruang Sidang Senat Universitas Diponegoro, Kampus Pleburan, Jalan Imam Barjo SH no. 7, Semarang.
Diskusi, bermaksud mengungkap permasalahan dan mencari upaya terobosan mentransformasi kearifan budaya lokal yang tesebar di seluruh pelosok Nusantara, agar dari hasil transformasi kearifan budaya lokal yang dikaji secara multi disiplin dan transdisiplin itu dapat dikembangkan dan diterapkan dalam meningkatkan kualitas kehidupan manusia di era global abad ke-21 ini”, antar Eko Budihardjo, pemerhati pendidikan dan pakar arsitektur diawal acara.
Senada dengan itu, Sekretaris Jenderal AIPI, Budhi M. Suyitno mencontohkan kebudayaan Korea Selatan yang dikenal dengan nama K-Pop mulai merambah negara-negara lain di dunia, termasuk Indonesia. "Kalau saya melihat, tarian ’Gangnam Style’ yang termasuk K-Pop itu hampir seperti Jathilan (kuda lumping). Kita juga punya tarian kuda lumping. Bahkan, lebih bagus dibandingkan mereka (K-Pop)," katanya.
Karena itu, ia mengatakan Indonesia punya banyak sekali potensi kearifan lokal yang semestinya dikelola dengan baik, dilestarikan, dan dikenalkan secara lebih luas kepada dunia internasional. Melalui forum AIPI itu, kata dia, diharapkan banyak pemikiran yang dihasilkan dari para pakar berkaitan dengan kearifan lokal, yang selanjutnya akan menjadi rekomendasi dan masukan kepada Presiden. "AIPI ini adalah lembaga yang berada di bawah Presiden berdasarkan Undang-Undang Nomor 8/1990 tentang Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia. Hasil kajian ini akan kami rekomendasikan pada Presiden," kata Budhi.
Hadir  Toeti Heraty Noerhadi, Ketua Komisi Kebudayaan AIPI membawakan  makalah kunci, dilanjutkan  para panelis sesuai dengan disiplin ilmu yang digulati masing-masing: Kusmayanto Kadiman, Bidang Teknologi;  Edy Suandi Hamid,  Bidang Ekonomi; Ichlasul Amal- Bidang Sosial Politik; Sudharto P.Hadi (Rektor Undip),- Bidang Lingkungan; Edi Sedyawati- Bidang Kebudayaan;  Franz Magnis Suseno (Budayawan- Bidang Filsafat; La Ode Kamaludin (Rektor Unnisula)-Bidang Religi 
Diskusi Panel  dengan moderator Satryo Soemantri Brodjonegoro dan Umar Anggara Jenie, memandu jalannya diskusi yang dihadiri oleh  anggota Komisi Kebudayaan AIPI, anggota Komisi lain yang berminat; Wakil Kementerian/Lembaga terkait, Para anggota Forum Rektor Indonesia, Rektor, Pembantu Rektor, Dekan serta Dosen UNDIP dan Perguruan Tinggi lainnya sekitar Semarang Jawa Tengah, LSM terkait,  Pegiat dan Pemerhati Kebudayaan. 
Prof Laode menyampaikan bahwa tidak semua kearifan Budaya Lokal itu baik di era Globalisasi saat ini banyak kekhawatiran bahwa budaya lokal akan punah, sehingga banyak pula yang mempertahankan dan melestarikan kearifan budaya lokal, namun ternyata tidak semua budaya lokal itu baik dan bisa diangkat secara global, karena ada beberapa kearifan lokal yang justru merusak tatanan masyarakat ketika itu dilestarikan. Oleh sebab itu Agama dalam hal ini Islam sebagai Rahmatan lil Alamin harus menjadi penyaring bagi budaya yang kurang baik.  “Agama adalah backbon dari suatu kearifan lokal karena tidak semua kearifan lokal itu bisa diangkat secara global contohnya ada budaya disuatu daerah sebelum mengambil keputusan mereka selalu melakukan ritual minum-minuman keras, sampai mabok-mabokan, sesudah itu mereka baru mengambil keputusan. budaya seperti ini harus disaring oleh agama, nah agama yang mengatur dalam mengambil keputusan harus dalam kondisi yang baik sementara minuman keras adalah budaya yang tidak relevan dengan persoalan-persoalan yang sifatnya global itu. Dalam konteks ini Islam sebagai agama rahmatan lil alamin menjadi jawaban atas semua ini” jelas Rektor Unissula tersebut.
Prof Laode yang juga ketua Forum Rektor Indonesia (FRI) 2013  menambahkan, pentingnya peran teknologi informasi seperti internet untuk menyampaikan pesan-pesan budaya lokal tersebut.“Yang jadi permasalahan adalah konten atau message yang mau disampaikan melalui teknologi itu yang kemudian agama memperkuatnya sehingga bisa diseleksi informasi-informasi yang cocok dengan budaya-budaya local khususnya masyarakat Indonesia. Karena Indonesia saat ini merupakan Negara pengguna Internet Terbesar ke empat setelah Cina, India dan Jepang yakni 30,9%”. Tandas Pria lulusan IOWA University Amerika Serikat tersebut.
Luaran yang ditargetkan adalah merumuskan Masukan, Rekomendasi dan Pandangan AIPI atas hasil transformasi kearifan budaya lokal yang dikaji secara multi disiplin dan transdisiplin itu dapat dikembangkan dan diterapkan dalam meningkatkan kualitas kehidupan manusia di era global abad ke-21 ini”, ujar Eko Budihardjo, anggota Komisi Kebudayaan selaku ketua pelaksana  di sessi rangkuman dan  penutupan. ***(ifa/keb-aipi/biroiptek/X/2012)


Category:

About GalleryBloggerTemplates.com:
GalleryBloggerTemplates.com is Free Blogger Templates Gallery. We provide Blogger templates for free. You can find about tutorials, blogger hacks, SEO optimization, tips and tricks here!

0 komentar