Pristiwa Moral
Harta wanita dan tahta, dari zaman
Fira’un masih bujanganpun memang telah menjadi lencana yang sangat menggiurkan
bagi setiap ambisi yang ingin memilikinya. Lalu apakah berbagai kisah drama
romansa setelah menduduki sebuah jabatan public yang resmi dan dibilang institusi
negara ini telah menjadi hal yang biasa untuk dinodai, dan dimanfaatkan dalam
segala kesempatanya.
Ada banyak kemungkinan dari setiap
individu untuk tergelincir kelembah noda yang membuat aib bagi setiap
pelakunya. Disengaja atau tidak yang pasti ada yang belum selesai dalam sebuah
kepribadaian yang masih bisa diperdayai oleh kesementaraan dunia yang sangat
mengiurkan ini, terlebih seseorang itu telah menjadi pejabat dalam berbagai
pangkat dan golongannya, apa lagi posisi strategis sebagai penentu kebijakan
disebuah daerah dimana ia mengemban amanat-amanat kepentingan halayak.
Sebut saja kasus seorang bupati garut
yang dalam bulan Desember ini kita saksikan menyeruak ingin bersaing dengan pemberitaan
kasus-kasus moral seleberiti lain yang ada di infotainment, dalam pemberitaan
itu, Bupati tersebut telah menikahi anak remaja wanita yang berusia 18 tahun
lalu kemudian dalam empat hari berikunya ia menceraikan anak gadis tersebut
dengan menggunakan HP melalui layanan SMSnya.
Apapun alasan pernikahan dan perceraian
yang terjadi dalam kasus Bupati Garut ini, itu merupakan hal yang mungkin tidak
pas dan pantas, terlebih dia adalah seseorang yang sentral di daerah hegemoninya.
Nge-sex secara resmi dengan pasangan
nikanya memang sebuah hal yang manusiawi, nge-sex pula dapat mendatangkan
berbagai peluang buruk dan baik, tinggal tergantung seseorang itu mau memanfaatkan
kehidupan seknya untuk apa, namun dalam kasus Bupati garut ini jelas merupakan
sebuah momok tersendiri bagi citra dan keberadaanya sebagai Bupati Garut dengan
menikah secara resmi alih-alih menghindari perzinahan namun, disisi lain
tindakan menceraikan gadis muda itu adalah sebuah ketidak pantasan bagi seorang
pemimpin.
Lalu apakah dalam hal ini, Bupati garut
itu tidak bermoral atau Moralnya tidak baik dalam norma-norma ketimuran, itu
tinggal bagaimana kita melihat masalah ini dan itu juga tergantung niat awalnya
bahwa Bupati Garut tersebut ingin memanfaatkan instititusi pernikahan tersebut
untuk apa, apabila Bupati Garut memang telah bercerai ditinggal oleh istri
pertamanya karena meninggal atau disebabkan hal-hal lain yang bersifat medis
dan non medis, sehingga dia merasa perlu pendamping baru untuk menemani dia
sewaktu memimpin, ini mungkin wajar-wajar saja, tapi lain halnya bila Bupati
Garut tersebut Memanfaatkan kondisi dalam priode ke-pejabatanya itu, lalu
menunaikan pernikahan-pernikahan kilat dengan gadis-gadis remaja yang tergolang
sangat muda.
Category: UMUM
0 komentar